Kemalasan Jangan Dilawan

Setiap orang pasti pernah merasakan kemalasan. Kalau ada yang tidak pernah, mungkin dia bukan manusia, tapi dia adalah robot. πŸ˜† Kenapa aku berani bilang seperti itu? Karena kemalasan merupakan salah satu sistem bawaan otak manusia. Jadi, secara default, manusia itu pasti malas. Jika ada manusia yang rajin, artinya dia malas untuk malas. hahaha. πŸ˜‚ Kok gitu sih? mari kita belajar bersama.

Kemalasan yang kita alami itu tidak muncul begitu saja. Hal itu memang sengaja dibuat oleh otak kita, tepatnya oleh sistem limbik, bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi, kenyamanan, dan dorongan untuk menghindari rasa tidak enak. Kemalasan diciptakan oleh otak agar kita dapat bertahan hidup dengan cara yang efisien. Artinya, jika ada 2 pilihan antara rebahan atau mengerjakan tugas sulit yang bikin stress, maka sistem limbik akan menyarankan kita untuk rebahan. Jika rebahan saja sudah bisa bertahan hidup, kenapa kita harus bekerja sampai stress, apalagi sampai sakit. πŸ˜‚

Kalau sistem limbik bertanggung jawab atas emosi dan kenyamanan, maka ada bagian otak lain yang bertugas mengurus logika, perencanaan, dan tujuan jangka panjang β€” yaitu prefrontal cortex. Bagian otak yang satu ini akan sering menyarankan kita untuk mengejar cita-cita, bekerja keras, dan menunda kesenangan demi masa depan yang lebih baik. Dalam bayangan prefrontal cortex, kita bisa menjadi orang sukses, kaya raya, dan hidup sejahtera… asal hari ini kita tidak rebahan terus. πŸ˜…

Kemalasan vs Logika

Jadi, setiap manusia hidup bersama otak yang saling bertentangan, yang satu ingin rebahan yang satu ingin kejayaan. Tapi, sistem limbik lebih kuat, karena dia sudah berkembang lebih dulu dan beroperasi secara otomatis sejak kita masih kecil. Jika kita ingin melawan sistem limbik dengan kekuatan logika dan niat yang dibuat prefrontal cortex, sudah dipastikan kita akan kalah. Mencapai kejayaan dengan membungkam sistem limbik ibarat berjalan di atas jalan berduri tanpa menggunakan sepatu. Kita bisa sampai, tapi kita akan merasa stress terus menerus dalam perjalanannya.

Jadi apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus menyerah dengan sistem limbik dan kita harus rebahan terus menerus? Kita bisa kok bernegosiasi dengan sistem limbik agar dia tidak menekan kita. Dalam bernegosiasi dengannya, tentunya kita perlu tawaran yang menarik. Kita harus memastikan dia merasa nyaman dan tidak terbebani. Jika kita membuat dia merasa terbebani, misalnya, mengajak dia mengerjakan tugas yang sangat banyak pasti dia akan langsung menolak. Dia akan merancau di otak kita, dia tidak mau ikut mengerjakan tugas kita, dia akan selalu mempengaruhi kita untuk rebahan, YouTube-an, TikTok-an, dan lain-lain.

Tawaran Menarik untuk Limbik

Lantas tawaran apa yang menarik untuk sistem limbik itu? Oke, sebenarnya sistem limbik itu kan baik, dia tidak ingin kita terlalu capek dan terlalu lelah. Makanya dia menolak tugas yang melelahkan. Jadi, agar tidak terlihat melelahkan, kita harus membuat tugas yang kita lakukan itu terasa mudah. Caranya adalah dengan memecah tugas tersebut menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dikerjakan dalam waktu singkat. Idealnya dia akan setuju jika kita memberikan waktu 25 menit, kalau dia masih menolak kasih waktu 15 menit, kalau menolak juga kasih waktu 5 menit.

Mari kita coba dengan contoh nyata. Misal kita pulang ke rumah dengan kondisi yang sangat capek, tapi rumah kita sangat berantakan. Sistem limbik pasti akan menolak jika kita memaksanya untuk bekerja merapikan rumah. Dia akan memberikan bayangan-bayangan seperti ini akan sangat capek dan sangat lama. Jadi kita negosiasi dengan bilang “aku mau meletakkan benda-benda pada tempatnya, 5 menit saja, tidak akan capek kok”. Saat 5 menit selesai dan sistem limbik tidak merasa terancam kita bisa negosiasi lagi dengan tambah sedikit ya. Begitu seterusnya hingga rumahpun akhirnya beres. Jadi, kuncinya bukanlah melawan rasa malas, tapi bernegosiasi dengannya.

Keberhasilan Negosiasi

Ketika kita telah mahir bernegosiasi dengan sistem limbik, maka lahirlah sesuatu yang sangat berharga: konsistensi. Konsistensi adalah keadaan di mana sistem limbik telah sepenuhnya percaya kepada kita β€” bahwa apa yang kita lakukan tidak akan menyakitinya, tidak akan membebani secara berlebihan. Dia tak lagi menolak setiap kali kita ingin bekerja. Dia justru bisa menjadi teman seperjalanan yang setia, menjaga kita agar tetap nyaman sambil perlahan-lahan melangkah menuju tujuan. Di titik ini, kita tidak lagi berperang dengan kemalasan, karena kita sudah berdamai dengannya.

Kesimpulannya, malas bukanlah musuh yang harus kita perangi. Jika kita berperang dengannya pastinya kita akan kalah. Kita harus bernegosiasi pelan-pelan dengannya. Mengenalkan kepadanya bahwa yang kita lakukan tidaklah menyakitkan, justru menyenangkan. Jika sistem limbik mempercayai bahwa aktivitas yang sebelumnya dia anggap menyakitkan ternyata menyenangkan maka dia akan senantiasa mengingatkan kita untuk melakukan aktivitas tersebut.

Ardhan Wahyu Rahmanu
Ardhan Wahyu Rahmanu

Aku adalah seorang pemikir sistematis yang idealis, mandiri, dan reflektif β€” terus-menerus membangun hidup yang bermakna melalui belajar, bekerja, menulis, dan menjaga arah hidup yang sadar.

Articles: 98

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!